Kopi lebih dari sekedar sebuah minuman penyegar dahaga. Ada
begitu
banyak hal yang terjadi untuk dapat menghadirkan secangkir
kopi di hadapan
kita. Kopi bisa dianggap sebagai suatu budaya, suatu penggerak
ekonomi,
suatu seni, suatu ilmu pengetahuan, dan bahkan sebagai suatu
“passion”.
Indonesia di anugerahi kondisi ideal bagi tumbuhnya pohon
kopi karena letak
strategisnya di wilayah khatulistiwa, dimana pohon kopi
hanya bisa tumbuh di
zona yang disebut “The Bean Belt”. The Bean Belt adalah
suatu zona wilayah
yang berada di antara 30 ̊ garis lintang selatan dan 25 ̊
garis lintang utara.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pada
tahun 2020
terjadi transaksi ekspor kopi sebanyak 379,35 ribu ton atau
terdapat
peningkatan sebesar 5,65% dari tahun 2019. Sedangkan
berdasarkan data
dari ICO (International Coffee Organization), Uni Eropa
adalah importir kopi
terbesar di dunia sebanyak 40.251 karung ukuran 60 kg
(2.415.060 kg) dan
Amerika Serikat mengimpor sebanyak 26.982 karung ukuran 60
kg
(1.618.920 kg) dalam periode pembelian tahun 2020-2021.
Indonesia menjadi salah satu eksportir kopi terbesar di
dunia dan berada
pada peringkat keempat. Pada tahun 2018 Indonesia menduduki
peringkat
keempat sebagi negara pengekspor kopi terbesar di dunia
dengan jumlah
kopi sebesar 667,000 ton. Angka ini masih terbilang cukup
jauh bila
dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brazil,
Vietnam, dan
Colombia. Dan pada tahun 2018 kopi Indonesia mampu
menyumbang sekitar
7% dari kebutuhan kopi dunia.
Melihat potensi usaha yang bisa di raih dari begitu besarnya
pasar kopi
domestik dan luar negeri, maka kami PT. Sanika Indonesia
Sukses (Sanika)
hadir sebagai jawaban bagi para konsumen kopi. Untuk dapat
berpartisipasi
aktif didalam rantai perdagangan kopi secara global, Sanika
harus terus
melakukan peningkatan standard yang dipersyaratkan oleh
regulator
pemerintah, sektor swasta, dan konsumen di seluruh dunia,
seperti
peningkatan standar produk, peningkatan standar fungsi,
peningkatan
standard proses produksi dan lain sebagainya.
Sanika memanfaatkan secara penuh kemampuan dan pengalaman
dari para
pendirinya yang memiliki latar belakang penerbang sipil
profesional yang
berpengalaman kerja di banyak negara, untuk dapat
mengintegrasikan diri
kedalam kancah perdagangan kopi global. Keahlian kunci
seperti prioritizing,
multi-tasking, decision making, dan teamwork yang sudah
dimiliki dan
dipraktekkan dalam profesi sebagai penerbang sangat
dimanfaatkan
kegunaannya dalam menjalankan usaha kopi.
Sejak awal tahun 2020, pandemi Covid-19 telah mengubah cara
hidup
banyak orang di dunia. Dan “From Boeing to Brewing”
merupakan tindakan
usaha yang cukup radikal dari para pendiri Sanika untuk
dapat menghidupi
keluarga dan sekaligus mengembangkan usaha kopi yang
berkesinambungan
dan terintegrasi satu sama lain.
Dimulai dari hobi bersepeda selama bekerja di Korea Selatan,
salah satu
pendiri Sanika mulai berjualan green bean dan roasted bean
yang berasal
dari Indonesia ke kafe-kafe yang berada di jalur sepeda di
kota Seoul. Hingga
pada akhirnya setelah mengalami pemutusan hubungan kerja
selama
pandemi Covid-19, kegiatan berjualan biji kopi Indonesia
tetap dijalankan
hingga saat ini.
Pada awal usaha berjualan, yang dimulai dari penjualan
secara langsung
dengan mengunjungi kafe-kafe atau door to door sale,
berkembang menjadi
pembuatan dan penjualan kopi kapsul yang di fokuskan pada
pasar ekspor,
hingga sekarang ini sejak diberi kepercayaan oleh SML UMKM
Centre untuk
berjualan di Pasar Modern Intermoda BSD City dengan membuka
kios yang
berfokus pada penjualan roasted beans dan produk-produk yang
bisa
diminum di tempat, terjadi beberapa perubahan konsep dan
strategi usaha
yang mengadaptasi dinamika pemenuhan kebutuhan konsumen.
Dengan adanya dinamika pemenuhan kebutuhan konsumen, maka
Sanika
terus berusaha untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Sesuai
dengan
penerapan prinsip usaha seperti yang dijelaskan oleh John S.
McCallum
dalam Ivey Business Journal: “Enterprises that do not adapt
are in for a lot of
trouble. The problem is change: The more rapid the pace of
change, the more
dire the consequences of stubbornly sticking to old ways.
Effectively adapting
to rapid change must be a relentless, day-to-day activity.
Searching for the
magic bullet that will make all well immediately is a
distracting waste of
resources. Adapting is a game of singles, not home runs.
Executives should
move on a number of fronts.”